Ujung Tombak yang Selalu Menjadi Ujung Tombok

Beberapa hari ini saya memang sedang galau, entah mengapa ini bisa terjadi, apa karena stok LA Light yang semakin hari semakin menipis, atau karena komitmen ku untuk menikmati Robusta semakin tidak sering kulakukan lantaran persediaan dapur sudah habis tak tersisa, jadi disetiap pagi bangun tidur sebenarnya dalam lubuk hati yang paling dalam mengharapkan keajaiban untuk mendapatkan isi dompet supaya tidak terjadi kebingungan global. Sedikit banyak saya ingin keluar dari jeratan Figur Potensial yang Terhalang Finansial.

Ujung Tombak yang Selalu Menjadi Ujung Tombok, kalimat sakti ini pertama kali aku dengar dari salah satu dewa ketika sedang melakukan rapat bersama para dewa di kahyangan

Baru membuka Lepi (bukan kompi) hari ini, meskipun tidak terlalu semangat untuk melakukan kegiatan apapun namun karena komitmen mewajibkan diri menulis setiaphari, akhirnya saya mencoba untuk menerawang ide-ide tulisan yang bisa untuk di posting. Dan nyatanya, meskipun sudah beberapa kali memporsir otak supaya menghasilkan ide brilian, sampai tulisan ini ditulis belum juga ketemu – Naif memang, isi otak itu sangat terbatas, jika setiap hari tidak diisi dengan materi yang relevan dengan apa yang sering dibicarakan, lamalama bisa miskin ide- Menulis tentang kehidupan sosial masyarakat tapi yang ditonton setiap hari adalah tentang isi BH, lalu relevansinya dari mana.

Saking bingung untuk membuat tulisan akhirnya niatan nakal ku kembali hadir – setiap kali otak tidak menghasilkan ide, dan ide tidak mampu menghasilkan tulisan,  cara-cara slengekan model mojok.co akhirnya terpaksa dihalalkan, bagaimanapun juga situs kaum paranoid dan tukang imajiner itu perlu untuk di-apresiasi dalam hal meng-ide, jadi kalau mau cerdas tak terbatas baca saja mojok.co

Ujung Tombak yang Selalu Menjadi Ujung Tombok, kalimat sakti ini pertama kali aku dengar dari salah satu dewa ketika sedang melakukan rapat bersama para senior dewa di kahyangan. Membahas aturan-aturan teknis pilkodok yang sampai saat ini masih banyak menimbulkan kontoversi hati lantaran kebutuhan para jongos macam saya ini tidak kunjung dipenuhi. padahal untuk urusan mengatur strategi perang dalam suatu wilayah, itu terletak pada tanggung jawab kaum jongos. Beban berat diatas pundak, menjadi pengatur strategi sekaligus menjadi infantri, berduel dengan masalah-masalah yang sering datang. Tapi karena semua tidak sesuai dengan harapan akhirnya kata-kata “ujung tombak yang selalu menjadi ujung tombok” ini keluar. Tepat bersamaan dengan ritual menelan pil sakit hati oleh kumpulan para jongos.

Analogi ujung tombak itu selalu lebih tajam dan lebih lancip. Namun dalam persoalan kasta, yang menjadi ujung tombak adalah yang paling tumpul, artinya jika kamu mau membayangkan bagaimana bentuk segitiga di dalam otak kanan mu, bias di lihat yang paling atas adalah rajanya, yang tengah adalah para ajudan-nya dan yang paling bawah adalah prajuritnya, dan prajurit inilah yang sampai saat ini masih memiliki “kedudukan tertinggi”, sebagai ujung tombak yang akan menentukan kemenangan dan keberhasilan dalam menjalankan misi strategi, namun memiliki “kedudukan paling rendah” untuk memperjuangkan haknya sendiri.

Makanya jangan kaget kalau banyak melihat program-program yang di telurkan oleh para petinggi kahyangan tidak memiliki dampak maksimal akan keberhasilan, lantaran karena ujung tombaknya selalu lebih banyak melakukan tombok. Kalau sudah begini apa lagi yang akan terjadi kalau bukan kontroversi hati. Memainkan perasaan jongos yang mempunyai pengharapan tinggi, itu sama dengan memasukkan strategi dalam telegram musuh dan memberitahukan kepada mereka titik kelemahan pada strategi tersebut. Parah memang.

-Oh ya bray. bagi yang tidak terlalu ngerti apa itu kata “Tombok”, itu seperti perbuatan heroik yang mengentaskan seseorang dari lubang kesulitan, tapi dia sendiri menjadi dalam masalah. Analogi nya seperti peristiwa ini. “Kamu  ngajak pacar kamu jalan-jalan, terus kamu ngajak dia kewarung (kamu kelaparan karena lupa sarapan, mungkin), eh ternyata setelah makan uang kamu kurang (bilang aja kere). Karena merasa sayang pada kamu (sebenarnya kasihan) akhirnya pacar kamu membayar makanan yang telah kalian makan. Nilai ikhlasnya tidak usah disebutkan.

Satu pelajaran dari peristiwa diatas adalah: Jangan mengajak orang lain masuk kedalam strategimu kalau kamu sendiri masih kurang persiapan. Bisa-bisa harga diri yang sulit dibangun bisa jatuh lantaran para jongos mulai berkoar-koar. Hidup Jongos 

Jadi intinya, jika ingin semuanya berjalan berdasarkan strategi yang telah dibuat, sudah selayaknya sang Raja memikirkan apa yang menjadi hak dan kebutuhan, dengan menyatakan ujung tombak “sudah mampu” tanpa persiapan matang, merupakan langkah awal kontroversi hati dikibarkan. Waspadalah.

Share your love

Update Artikel

Masukkan alamat email Anda di bawah ini untuk berlangganan artikel saya.

Tinggalkan Balasan