Pemimpin Buruk Dipilih Oleh Masyarakat Yang Buruk

Hajatan besar kabupaten/kota sebentar lagi akan digelar, Pemilihan Pilkada Serentak se-Indonesia akan menjadi penentu kepada siapa estafet kepemimpinan kabupaten/kota diteruskan, jelas ini adalah bukti bahwa Negara Republik Indonesia masih berpegang teguh kepada sistem pemerintahan yang demokratis, memilih pemimpin dari rakyat untuk rakyat.

Tanggal 9 desember 2015, bertepatan dengan hari rabu (dalam hitungan jawa masuk dalam pasaran pahing) dimana pemilihan suara yang dilakukan dengan cara nyoblos akan diselenggarakan, tentu saja semua pihak mulai sekarang sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk agenda besar ini, termasuk KPU dan PANWAS sebagai penyelenggara pemilu, para calon kandidat bupati atau walikota bersama tim suksesnya dan juga masyarakat yang akan menjadi penentu pemimpin mereka ditingkat kabupaten/kota. Semua bahu membahu agar pilkada bisa terlaksana dengan baik dan benar.
Namun selama demokrasi ini ditetapkan sebagai sistem pemilihan serang pemimpin, ada sesuatu yang bisa dikatakan mencederai atau bahkan melemahkan sitem demokrasi sendiri, apalagi kalau bukan Money Politic  atau dalam bahasa indonesia disebut politik uang. Politik uang seakan menjadi wabah lima tahunan bagi masyarakat kita, bagaimana tidak, dengan adanya politik uang Republik Indonesia menjadi bangsa yaang seakan hilang jati dirinya, tidak lagi mempunyai wibawa dimata masyarakat dunia bahkan masyarakat indonesia sendiri.
Anda dan saya sudah sama-sama tau, jika musim pencoblosan untuk memilih pemimpin telah tiba, yang namanya uang politik  sudah bukan menjadi rahasia lagi, uang-uang yang diberikan oleh calon pemimpin kepada masyarakat dengan harapan mau untuk meemilih pemimpin tersebut seakan sudah menjadi budaya dalam pemilu, semua orang juga tahu, namun sampai saat ini kegiatan memberi uang kepada masyarakat yang bisa disebut sebagai sogokan seakan hanya dipandang sebelah mata, ironisnya hal tersebut jelas sangat melanggar peraturan perundang-undangan.
Seseorang yang diberi uang oleh seorang calon pemimpin kemudian dia memilihnya tanpa harus memikirkan apakah calon tersebut layak atau tidak menjadi pemimpin adalah proses penjualan harga diri yang sebenarnya, misalnya anda diberi Rp. 100.000,- supaya memilih si A kemudian si A tadi benar-benar terpilih dan menjadi pemimpin maka tidak ada lagi kewajiban dari si A kepada anda meskipun dia sudah menjadi seorang pemimpin, kenapa bisa begitu? karena si A sudah membeli suara anda, anda sedang tidak melakukan pemilihan pemimpin, lebih tepatnya anda sedang menjual suara kepada dia. Jadi apa yang bisa anda harapkan dari pemimpin ini.
Siklus dimana money politik sudah mulai membudaya dikalangan masyarakat tidak lain disebabkan oleh masyarakatnya itu sendiri,  ini kan demokrasi, istilahnya dari rakyat untuk rakyat, kalaupun pemimpin yang kalian pilih karena uang tadi menjadi tidak peduli dengan kehidupan anda, maka itu bukan salah pemimpin, tapi karena kesalahan anda sebagai masyarakat yang sudah mau menerima uang suap. iya suap bukan istilah lain meskipun ada sebagian orang menyebutnya sebagai uang transport tapi itu uang suap, yakin aja deh.
Bagaimana cara mengatasi politik uang ini? 
Jawabanya sangat sepele dan mudah, penyelesaian masalah kasus politik uang tidak berada ditangan para Panitia Pengawas Pemilu, sampai demokrasi ini sudah tidak berlaku didunia kalau pemikiran masayarakat tetap menyalahkan PANWASLU karena tidak memberantas politik uang ya tetap tidak bisa diselesaikan. Di Kabupaten saja jumlah pengawas hanya 5 orang, dibantu pengawas kecamatan masing-masing tiga, dibantu lagi pengawas lapangan 1 per TPS, bandingkan dengan jumlah penduduk dalam satu kecamatan saja, pokoknya gak sebanding. Sedangkan masyarakat sudah benar-benar tidak memakai hati nurani lagi untuk memilih pemimpin, kebanyakan masyarakat memilih pemimpin berdasarkan pemberian uang terbanyak, dalih apapun yang anda kemukakan untuk menutupi politik uang itu tidak bisa ditutupi dengan benar, semua orang sudah tahu, namun membuktikannya itu lo yang sulit.

Seedbacklink affiliate

Saya pilih tanpa menerima uang darinya namun pemimpin tidak peduli nasib rakyat, lebih baik saya memilih yang ada uangnya saja (pernyataan umum masyarakat)

Menghentikan politik uang bisa dilakukan jika masyarakatnya sudah tidak lagi menerima uang suap tersebut, tapi kalau masih menerima pemberian bersyarat tersebut, jangan harap anda mendapatkan pemimpin yang baik total dan dapat menjadi handalan, justru yang akan kita dapatkan adalah pemimpin yang suka makan uang rakyat, suka membohongi rakyat, suka mempermainkan rakyat, suka memberikan janji kepada rakyat dan tentunya suka membuat rakyat semakin bodoh untuk dibosohi,
Sudah tahu dibodohi namun tetap bodoh?
Ingat menerima uang pemberian bersyarat dari calon pemimpin adalah pembodohan, kalau anda membaca tulisan saya dari atas tentunya sudah tahu kan kenapa pemimpin anda tidak seperti yang anda harapkan? saya ulangi lagi karena suara anda terlau murah untuk dibeli. Kalau sudah tahu seperti itu dan nyatanya anda tetap mau menerima uang suap, berarti anda senang dibodohi, terima saja ucapan saya ini, 
Bahkan para pemudanya sudah ikut-ikutan seperti itu, mengharapkan agar mendapatkan uang dengan mengirimkan proposal atas nama karang taruna kepada calon pemimpin itu juga sudah masuk kategori anak muda murahan, namun sampai saat ini kasus semacam itu sudah menjadi kebiasaan, kalau saya menyebut sebagai cara menjual suara bersama-sama, ketahuilah bahwa cara seperti itu bukan cara benar untuk mengikat pemimpin agar mempunyai rasa peduli terhadap masyarakat. cara cara yang saya ungkapkan diatas adalah bukti bahwa masyarakat kita sudah mengalami fase krisis jati diri.
Berhenti menyalahkan pemimpin, ubah cara pandang kita
Saya rasa ini adalah momen yang sangat tepat untuk berubah, sudah saatnya kita berhenti untuk uring-uringan kepada para pemimpin yang telah kita pilih sebelumnya, sebentar lagi akan ada pemilihan lagi, yuk manfaatkan momen ini untuk benar-benar memilih pemimpin yang berkualitas, punya potensi, tidak licik dan peduli dengan rakyat. Jangan lagi ada dusta diantara kita, jangan menjerumuskan para pemimpin kedalam perangkap politik uang, jangan menerima uang pemberian bersyarat, kita punya cita cita besar terhadap bangsa ini.
Khususnya Kabupaten Trenggalek, sudah lama kita tidak merasakan pembangunan menyeluruh, saya rasa uang politik yang sudah diberikan kepada masyarakat pada pencoblosan musim lalu belum juga pulih, kalau sampai pemimpin kita kurang peduli dengan rakyat janganlah marah, masyarakat sudah duluan merampok calon calon pemimpin, kalau uang rakyat dirampok mereka, ya jangan marah, yuk kita mulai fase baru, fase dimana sogok menyogok dengan menggunakan uang tidak lagi mewarnai pilkada kali ini.
Share your love

Update Artikel

Masukkan alamat email Anda di bawah ini untuk berlangganan artikel saya.

Tinggalkan Balasan