Media Komunitas Masyarakat Kecamatan Watulimo

Awal bulan desember kemarin (1-2 Desember 2017), saya mendapatkan kehormatan untuk mengisi acara diklat yang diprakarsai langsung oleh GSC (Generasi Sehat dan Cerdas) Kecamatan Watulimo. Dalam acara tersebut, saya diminta untuk membawa materi tentang Pengembangan Media Komunitas. Dan karena saya demen dengan materi tersebut, lantas permintaan menjadi pemateri saya sanggupi.

Hari pertama (1/12/2017) saya datang di lokasi sekitar pukul 07.50 WIB, 10 menit lebih cepat dari jadwal yang ditentukan di dalam undangan. Sesampainya di sana, lantas saya bingung, belum ada seorang pun yang saya jumpai di lokasi. Ragu akan tempat lokasi, lantas saya membuka kembali undangan yang diberikan, segera saya baca lagi tempat acara, dan ternyata benar. Lokasi yang dimaksud sudah benar. Lantas kenapa belum ada orang?

Seedbacklink affiliate

Beberapa menit kemudian baru sadar, ternyata saya masih hidup di Trenggalek. Lazimnya sebuah undangan yang beredar di Trenggalek, jika yang tertera di undangan jam 08.00 WIB, bisa saja dimaknai jam tersebut adalah waktu berangkat dari rumah. Bukan waktu dimulainya acara. Keren bukan?

Setelah pembukaan acara selesai dan memasuki materi sebenarnya, saya berkolaborasi dengan Kang Indra Setiawan menuju ke depan peserta. Ada 24 peserta perwakilan dari 12 desa di Kecamatan Watulimo yang sudah siap mendengarkan ocehan, setidaknya hingga sore hari proses pembelajaran ini dijalani.

Materi Advokasi merupakan menu yang sengaja saya minta dari panitia untuk dijadikan dasar utama sebelum menyentuh materi Media Komunikasi. Dalam angan saya berpikir, media komunikasi yang lebih diarahkan pada jurnalisme warga, haruslah dilandasi dengan pemikiran kritis supaya para peserta memiliki arah dalam menyampaikan informasi kelak. Setidaknya dalam materi advokasi yang saya bawakan berisi tentang hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat sebagai warga negara.

Seedbacklink affiliate

Hasilnya, nyaris membanggakan, peserta yang merupakan perwakilan dari desa-desa tersebut menjadi lebih semangat ketika membahas mengenai hak-hak nya sebagai warga desa. Misalnya, mereka dengan semangat menyampaikan perihal ketidakpuasan dalam menerima pelayanan dari penyedia layanan (pemerintah), lantas juga berpikir bagaimana seharusnya mereka diperlakukan.

Masyarakat yang mengetahui akan haknya, baik hak dasar maupun hak asasi manusia adalah manusia merdeka. Masyarakat yang tahu akan kualitas pelayanan yang wajib diberikan oleh pemerintah setidaknya akan cepat menyadari jika pihak penyedia layanan tidak memberikan pelayanan yang baik. Di sini saya tidak mengajari mereka menjadi pembangkang atau penyinyir berbakat, namun saya meyakini, jika pelayanan buruk yang selama ini kerap merugikan masyarakat, disebabkan oleh minimnya kontrol dari masyarakat itu sendiri.

Seedbacklink affiliate

Media Komunitas Masyarakat Kecamatan WatulimoMedia Komunitas Masyarakat Kecamatan WatulimoMedia Komunitas Masyarakat Kecamatan WatulimoMedia Komunitas Masyarakat Kecamatan WatulimoMedia Komunitas Masyarakat Kecamatan Watulimo
Hari kedua (2/12/2017) meskipun waktu dimulainya acara tidak jauh berbeda dengan hari pertama (saya datang 30 menit lebih awal) dibantu oleh salah satu fasilitator, kami melakukan evaluasi terkait materi pertama. Selanjutnya kami langsung mengajak peserta untuk memahami materi utama, yaitu “Membuat Karya Tulis”.

Jangan berpikir materinya sepadat yang biasa disampaikan pada pelatihan jurnalistik. Mereka (para peserta) belum waktunya memahami jenis-jenis tulisan atau bentuk tulisan. Itu terlalu jauh. Kami sebagai pemateri sudah melakukan pengukuran, sejauh mana para peserta ini bisa dikembangkan? sejauh mana ketertarikan mereka pada materi ini? Apa yang membuat mereka tertarik?

Materi membuat karya tulis yang kami berikan, masih seputar 5W 1H, tidak kurang dan tidak lebih. Seharian membahas ini, nyatanya waktu yang digunakan masih kurang. Pada materi kali ini saya berkolaborasi dengan Mbak Dian Meiningtiyas, salah satu peserta dalam acara tersebut yang lebih paham ilmu jurnalistik ketimbang saya. Memang selama dua hari ini, kami lebih menyukai fasilitasi kolaboratif ketimbang hanya bicara sendiri, mengingat, membongkar monotonisme yang kerap dijumpai pada pemateri tunggal itu penting. Kami tidak ingin peserta hanya menjadi saja pendengar.

Seedbacklink affiliate

Di akhir sesi, kami membuat sebuah komitmen, yaitu membentuk media jurnalisme warga yang bakal dikembangkan oleh para peserta dan fasilitator. dengan begitu, apa-apa yang telah disampaikan pada
diklat ini, bisa langsung dipraktikkan. Di tunggu saja tanggal tayangnya.

Share your love

Update Artikel

Masukkan alamat email Anda di bawah ini untuk berlangganan artikel saya.

Tinggalkan Balasan